Sunday, 5 January 2025

Kritik Ibnu Taymiyyah terhadap Asy’ariyah

 Ibnu Taymiyyah (1263–1328) adalah salah satu ulama yang terkenal dengan kritik tajamnya terhadap banyak pemikiran teologi, termasuk terhadap teologi Asy’ariyah (Asy’ari). Ia menentang sejumlah prinsip utama Asy’ariyah yang dianggapnya menyimpang dari metode teologi para salafus shalih, yakni pemahaman generasi awal Islam yang berbasis pada Al-Qur'an dan Sunnah.


Latar Belakang Asy’ariyah


Asy’ariyah adalah aliran teologi Islam yang didirikan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (873–936). Teologi ini mencoba menjembatani antara kelompok rasionalis seperti Mu'tazilah dan kelompok tradisionalis seperti Hanbali.


Asy’ariyah cenderung menggunakan metode rasional dalam menafsirkan aqidah Islam, tetapi tetap menjaga otoritas wahyu sebagai landasan utama.




---


Kritik Ibnu Taymiyyah terhadap Asy’ariyah


1. Penggunaan Akal dalam Teologi (Ta'lim Kalam)


Kritik Ibnu Taymiyyah:


Ibnu Taymiyyah menolak penggunaan ilmu kalam (teologi spekulatif) yang menjadi dasar pendekatan Asy’ariyah. Ia menganggap ilmu kalam terlalu bergantung pada akal dan logika Yunani, sehingga menjauhkan umat dari Al-Qur'an dan Sunnah.


Menurutnya, para salaf tidak membutuhkan ilmu kalam untuk memahami aqidah. Akal hanya alat, sedangkan wahyu adalah sumber utama kebenaran.



Pandangan Asy’ariyah:


Asy’ariyah menganggap akal penting untuk membela aqidah Islam dari serangan kelompok seperti Mu’tazilah atau filosof Yunani. Akal digunakan untuk memperkuat keimanan, bukan untuk menggantikan wahyu.




2. Konsep Sifat-Sifat Allah


Kritik Ibnu Taymiyyah:


Ibnu Taymiyyah menentang metode ta'wil (penafsiran metaforis) yang dilakukan Asy’ariyah terhadap sifat-sifat Allah, seperti tangan Allah (yadullah), wajah Allah (wajhullah), atau istiwa (bersemayam di atas Arsy).


Ia berpegang pada metode salaf, yaitu menerima sifat-sifat Allah sebagaimana adanya tanpa menafsirkannya secara metaforis atau menyerupakan dengan makhluk (tanzih). Penyerahan makna hakiki sifat-sifat ini disebut dengan tafwidh.



Pandangan Asy’ariyah:


Asy’ariyah sering menafsirkan sifat-sifat Allah secara metaforis untuk menghindari pemahaman antropomorfisme (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Misalnya, "tangan Allah" ditafsirkan sebagai kekuasaan atau rahmat-Nya.




3. Masalah Qadar (Takdir)


Kritik Ibnu Taymiyyah:


Ibnu Taymiyyah tidak sepakat dengan konsep Asy’ariyah tentang takdir, khususnya terkait penciptaan perbuatan manusia. Menurut Asy’ariyah, Allah menciptakan semua perbuatan manusia (baik dan buruk), tetapi manusia memiliki "kasb" (usaha) untuk memilihnya.


Ibnu Taymiyyah menilai bahwa konsep ini kurang memberikan tanggung jawab manusia secara penuh atas perbuatannya, sehingga kurang sesuai dengan pemahaman salaf.



Pandangan Asy’ariyah:


Asy’ariyah berusaha menyeimbangkan antara kekuasaan mutlak Allah dan kehendak manusia. Mereka berpendapat bahwa Allah menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusia bertanggung jawab atas pilihannya melalui kasb.




4. Dalil Aqli dan Naqli


Kritik Ibnu Taymiyyah:


Ibnu Taymiyyah menuduh Asy’ariyah lebih mengutamakan akal (dalil aqli) dibandingkan wahyu (dalil naqli) dalam beberapa persoalan teologi. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan metode salaf yang mengedepankan teks Al-Qur'an dan Sunnah.



Pandangan Asy’ariyah:


Asy’ariyah berpendapat bahwa dalil akal dan wahyu saling melengkapi. Mereka menempatkan akal sebagai alat untuk memahami wahyu, tetapi tidak menggantikannya.




5. Konsep Iman


Kritik Ibnu Taymiyyah:


Ibnu Taymiyyah tidak setuju dengan definisi iman yang dipegang oleh Asy’ariyah. Asy’ariyah memisahkan iman (kepercayaan dalam hati) dari amal, sehingga amal tidak dianggap sebagai bagian dari iman.


Ibnu Taymiyyah mendefinisikan iman sebagai keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota tubuh. Ia menekankan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.



Pandangan Asy’ariyah:


Bagi Asy’ariyah, iman adalah keyakinan dalam hati dan pengakuan dengan lisan. Amal perbuatan tidak menjadi syarat sah iman, meskipun ia dianggap penting dalam kesempurnaan iman.





---


Tujuan dan Konsekuensi Kritik Ibnu Taymiyyah


Tujuan Kritik:


Ibnu Taymiyyah bermaksud mengembalikan umat Islam kepada pemahaman teologi yang murni berdasarkan metode salafus shalih. Ia khawatir bahwa pendekatan Asy’ariyah yang melibatkan filsafat dan logika dapat menyebabkan penyimpangan dalam aqidah.



Konsekuensi Kritik:


1. Kontroversi

Pandangan Ibnu Taymiyyah menimbulkan kontroversi besar di kalangan ulama. Banyak ulama dari mazhab Asy’ariyah mengkritik balik pandangannya, terutama dalam masalah sifat Allah.



2. Pengaruh pada Gerakan Salafiyah

Kritik Ibnu Taymiyyah terhadap Asy’ariyah menjadi dasar pemikiran bagi gerakan Salafiyah di kemudian hari, yang menolak ilmu kalam dan metode ta'wil dalam teologi.



3. Dialog Teologis

Kritik ini mendorong terjadinya dialog antara kelompok tradisionalis dan rasionalis, yang memperkaya diskursus teologi Islam meskipun sering disertai ketegangan.





---


Kesimpulan


Kritik Ibnu Taymiyyah terhadap Asy’ariyah didasarkan pada pandangannya bahwa metode teologi Asy’ariyah tidak sesuai dengan pendekatan salaf. Ia menentang penggunaan ilmu kalam, ta'wil terhadap sifat Allah, dan definisi iman Asy’ariyah. Meskipun kritiknya tajam, pandangan Ibnu Taymiyyah tidak diterima secara universal dan menimbulkan perdebatan panjang dalam sejarah pemikiran Islam.


Namun, kritik ini juga menjadi refleksi atas keragaman metode dalam memahami teologi Islam, baik yang berbasis tekstual (salaf) maupun rasional (Asy’ariyah).


No comments:

Post a Comment