Ibnu Taymiyyah (1263–1328) adalah seorang ulama besar Islam dari mazhab Hanbali yang dikenal karena pandangan-pandangannya yang tegas dalam berbagai isu teologi, fiqh, dan tafsir. Salah satu topik penting yang dikaitkan dengan pemikirannya adalah penolakannya terhadap konsep majaz (metafora) dalam Al-Qur'an dan bahasa Arab secara umum.
1. Pandangan Ibnu Taymiyyah tentang Majaz
Ibnu Taymiyyah menolak keberadaan majaz dalam Al-Qur'an dengan beberapa argumen utama, meskipun ia mengakui bahwa bahasa Arab secara umum kaya dengan gaya bahasa kiasan. Berikut adalah rincian pandangannya:
a. Bahasa Al-Qur'an adalah Hakikat, Bukan Majaz
Menurut Ibnu Taymiyyah, setiap kata dalam Al-Qur'an digunakan dalam makna hakiki (literal) dan bukan majazi (metaforis). Ia berpendapat bahwa menggunakan konsep majaz dalam Al-Qur'an dapat membuka peluang untuk menafsirkan ayat-ayat Allah secara sembarangan, yang dapat mengarah pada penyimpangan dalam aqidah dan hukum.
Sebagai contoh, ayat-ayat tentang sifat Allah, seperti tangan Allah (يَدُ اللَّهِ) atau wajah Allah (وَجْهُ اللَّهِ), harus dipahami sebagaimana adanya tanpa menafsirkan secara metaforis.
b. Majaz adalah Konsep Buatan
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa konsep majaz adalah buatan ahli bahasa dan tidak memiliki dasar yang kuat dalam tradisi Islam awal. Ia menganggap bahwa konsep ini lebih filosofis dan cenderung digunakan oleh kalangan seperti Mu'tazilah atau Ash'ariyah untuk menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman mereka.
c. Kekhawatiran terhadap Ta'wil Berlebihan
Ta'wil (interpretasi metaforis) yang terlalu jauh dapat digunakan untuk menafsirkan Al-Qur'an secara keliru. Sebagai contoh, beberapa kelompok menafsirkan istawa (bersemayam) dalam ayat seperti (الرحمن على العرش استوى) secara metaforis, yang menurut Ibnu Taymiyyah dapat mengaburkan makna literal ayat tersebut.
---
2. Perbedaan dengan Ulama Lain tentang Majaz
Pandangan Ibnu Taymiyyah berbeda dengan mayoritas ulama ahli tafsir, bahasa, dan teologi yang mengakui keberadaan majaz dalam Al-Qur'an.
a. Pendukung Majaz dalam Al-Qur'an
Ulama seperti Imam Fakhruddin Ar-Razi, Al-Jurjani, dan Asy-Syafi’i mengakui bahwa Al-Qur'an menggunakan majaz sebagai bagian dari keindahan dan keluasaan bahasanya. Contohnya:
Ayat "Tangan Allah di atas tangan mereka" (QS. Al-Fath: 10) sering ditafsirkan secara majazi untuk merujuk pada kekuasaan dan dukungan Allah, bukan tangan secara fisik.
Ayat "Langit dan bumi menangis" (QS. Ad-Dukhan: 29) dipahami sebagai ekspresi kiasan yang menggambarkan kehilangan yang mendalam.
b. Pendekatan Ash’ariyah dan Maturidiyah
Kelompok teologi Ash'ariyah dan Maturidiyah menggunakan konsep majaz untuk menghindari pemahaman antropomorfis terhadap ayat-ayat sifat Allah. Mereka berpendapat bahwa tanpa majaz, ayat-ayat ini akan menimbulkan gambaran fisik yang bertentangan dengan sifat keagungan Allah.
c. Mu'tazilah dan Rasionalis
Mu'tazilah secara luas menggunakan majaz untuk memahami ayat-ayat yang mereka anggap mustahil dimaknai secara literal, terutama dalam isu-isu sifat Allah.
---
3. Konsekuensi dari Penolakan Majaz
Penolakan Ibnu Taymiyyah terhadap majaz memengaruhi metode tafsirnya, terutama dalam isu sifat-sifat Allah.
a. Pemahaman tentang Sifat Allah
Ibnu Taymiyyah mendukung pendekatan tanzih (pensucian Allah) tanpa menolak makna literal ayat-ayat sifat, tetapi ia menghindari ta'wil atau interpretasi metaforis.
Misalnya, kata "tangan Allah" tidak boleh dimaknai secara metaforis sebagai kekuasaan, tetapi juga tidak boleh dianggap sebagai tangan seperti makhluk. Ia menyerahkan makna hakikatnya kepada Allah (pendekatan tafwidh).
b. Bahaya Takwil Berlebihan
Ibnu Taymiyyah melihat bahwa menggunakan majaz secara bebas dapat melemahkan otoritas teks Al-Qur'an. Hal ini membuka pintu bagi interpretasi yang subyektif dan bertentangan dengan pemahaman salafus shalih.
---
4. Kritik terhadap Pandangan Ibnu Taymiyyah
Pandangan Ibnu Taymiyyah tentang majaz tidak lepas dari kritik, di antaranya:
1. Sejarah Bahasa Arab
Bahasa Arab sendiri kaya dengan majaz, dan penggunaannya tidak dapat dihindari, bahkan dalam komunikasi sehari-hari. Menolak majaz sepenuhnya dianggap mengabaikan realitas bahasa.
2. Kerumitan Tafsir Literal
Beberapa ayat Al-Qur'an tidak dapat dipahami secara literal tanpa kehilangan maknanya yang lebih dalam. Misalnya, ayat tentang langit dan bumi menangis dianggap sulit dijelaskan tanpa konsep majaz.
3. Mayoritas Ulama Mendukung Majaz
Mayoritas ahli tafsir dan ahli bahasa mengakui bahwa Al-Qur'an menggunakan majaz untuk memperkaya maknanya. Penolakan majaz dianggap pandangan minoritas dalam Islam.
---
Kesimpulan
Ibnu Taymiyyah menolak konsep majaz dalam Al-Qur'an karena kekhawatiran terhadap penyimpangan dalam interpretasi ayat-ayat suci, terutama terkait sifat Allah. Ia lebih memilih pendekatan literal dan menghindari ta'wil yang berlebihan. Namun, pandangan ini berbeda dengan mayoritas ulama yang menganggap majaz sebagai bagian dari keindahan bahasa Al-Qur'an.
Perdebatan tentang majaz menunjukkan adanya keragaman metode tafsir dalam Islam, yang pada akhirnya bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kemurnian pesan Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman masing-masing.
No comments:
Post a Comment