Sunday, 5 January 2025

Perbedaan Paradigmatik: Aristoteles vs Islam

Pemikiran Aristoteles tentang Tuhan menjadi titik awal bagi banyak filsuf Muslim, tetapi perbedaan mendasarnya mendorong reinterpretasi untuk menyesuaikan dengan teologi Islam. Berikut penjelasan lebih lanjut:


1. Tuhan sebagai Sebab Akhir vs Tuhan sebagai Pencipta


Aristoteles: Tuhan adalah sebab akhir (final cause), yang berarti semua gerak di alam semesta bertujuan untuk mendekati Tuhan sebagai kesempurnaan tertinggi. Namun, Tuhan Aristoteles tidak menciptakan alam semesta dari ketiadaan (creatio ex nihilo), melainkan dianggap sebagai penggerak yang memicu gerak kosmik. Alam semesta dianggap kekal.


Islam: Allah adalah Pencipta (Al-Khaliq), yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan sesuai kehendak-Nya. Penciptaan ini tidak hanya sekali tetapi terus berlanjut dalam bentuk pemeliharaan dan pengaturan. Dalam Islam, alam semesta tidak kekal dan ada awal serta akhirnya sesuai kehendak Allah.



2. Aktivitas Tuhan


Aristoteles: Tuhan tidak aktif dalam pengaturan dunia; Tuhan hanya menjadi obyek akhir yang dicapai oleh segala gerak.


Islam: Allah sangat aktif dan terlibat langsung dalam mengatur ciptaan-Nya. Konsep ini tercermin dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah, seperti Al-Mudabbir (Yang Mengatur), Ar-Rahman (Maha Pengasih), dan Al-Hakim (Maha Bijaksana).



3. Keterlibatan Tuhan dalam Kehidupan Manusia


Aristoteles: Tuhan tidak peduli atau terlibat dalam kehidupan manusia, karena hal itu dianggap sebagai bentuk ketergantungan yang merendahkan kesempurnaan Tuhan.


Islam: Allah terlibat secara langsung dalam kehidupan manusia. Allah mendengar doa hamba-Nya, memberikan petunjuk melalui wahyu, dan mengatur kehidupan makhluk sesuai dengan rencana ilahi.




---


Penyelarasan Filsafat Aristoteles dengan Islam


Para filsuf Muslim seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rushd berusaha menyelaraskan pandangan Aristoteles dengan konsep Islam:


1. Konsep Emanasi (Al-Faidh)


Ibnu Sina memodifikasi pemikiran Aristoteles dengan memperkenalkan konsep emanasi. Menurutnya, Tuhan menciptakan alam semesta melalui proses bertahap yang melibatkan akal-akal kosmik. Pandangan ini mencoba menjelaskan bagaimana Tuhan yang tidak berubah dapat menciptakan alam yang penuh perubahan.


Namun, konsep ini dikritik oleh ulama seperti Al-Ghazali karena dianggap tidak sesuai dengan kepercayaan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu secara langsung tanpa perantara.



2. Pemikiran Ibnu Rushd


Ibnu Rushd mempertahankan banyak aspek Aristoteles tetapi menegaskan bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama. Menurutnya, filsafat dan wahyu adalah dua jalan menuju kebenaran yang sama. Ia juga menekankan bahwa Tuhan sebagai Penggerak yang Tidak Bergerak adalah kompatibel dengan konsep Allah dalam Islam, selama dipahami bahwa Tuhan adalah Pencipta dan bukan sekadar sebab akhir.




---


Kritik Teologis terhadap Aristoteles


Para teolog Muslim, terutama Al-Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah, memberikan kritik tegas terhadap pemikiran Aristoteles dan pengikutnya:


1. Kekekalan Alam Semesta:

Al-Ghazali menolak gagasan Aristoteles bahwa alam semesta kekal. Dalam Islam, alam diciptakan dari ketiadaan oleh kehendak Allah.



2. Keberadaan Tuhan yang Tidak Terlibat:

Al-Ghazali menolak pandangan bahwa Tuhan tidak terlibat dalam dunia. Dalam Islam, Tuhan tidak hanya menciptakan tetapi juga memelihara dan mengatur segala sesuatu.



3. Akal vs Wahyu:

Al-Ghazali menekankan bahwa akal manusia terbatas dan harus tunduk pada wahyu ilahi. Filsafat Aristoteles, yang terlalu bergantung pada akal, dianggap tidak memadai untuk memahami hakikat Tuhan secara utuh.





---


Kesimpulan


Konsep Tuhan Aristoteles yang tidak berubah memang sejalan dalam aspek tertentu dengan pandangan Islam tentang keabadian dan kesempurnaan Tuhan. Namun, perbedaannya sangat signifikan, terutama dalam hal keterlibatan Tuhan dalam ciptaan, sifat kepribadian Tuhan, dan hubungan Tuhan dengan manusia.


Para filsuf Muslim berusaha menjembatani kedua pemikiran ini dengan berbagai cara, tetapi kritik dari teolog Islam menunjukkan bahwa filsafat Aristoteles, jika tidak dimodifikasi, kurang mencerminkan ajaran Islam tentang Tuhan. Islam memandang Allah sebagai Pencipta yang Maha Kuasa, aktif, dan personal—suatu konsep yang tidak ditemukan dalam sistem metafisika Aristoteles.


No comments:

Post a Comment